Krisis sampah plastik di Yogyakarta yang semakin mengkhawatirkan, ternyata membangkitkan kesadaran beberapa individu untuk mengambil tindakan. Salah satunya adalah UMKM Cemara Trashion yang berlokasi di Pringwulung, Sleman, DIY.
Cemara Trashion adalah sebuah usaha kecil yang memfokuskan diri pada pengolahan sampah plastik multilayer pasca-pakai menjadi barang fesyen. Produk-produk yang dihasilkan bervariasi, mulai dari tas, dompet, sampul buku, hingga gantungan kunci, semuanya dijual melalui media sosial dengan nama yang sama, Cemara Trashion. Usaha ini dikelola oleh Maria Halim (60), seorang perempuan tangguh yang memulai bisnisnya sejak 2009 dan terus berkembang hingga sekarang.
Setiap produk dari Cemara Trashion hampir sepenuhnya terbuat dari sampah plastik multilayer. Dikutip dari penelitian Yuriandala dkk (2016), plastik multilayer adalah jenis plastik film yang terbuat dari turunan minyak bumi dan dilapisi aluminium foil. Bahan ini dipilih karena sulit didaur ulang, tetapi sifatnya yang tebal dan mudah dijahit membuatnya sangat cocok untuk produk fesyen kreatif.
Hingga kini, Maria telah memproduksi ratusn barang yang ia jual melalui media sosial dan berbagai event undangan. Namun, di balik kerja kerasnya, tantangan dan peluangnya selalu datang bergantian.
Salah satu peluang terbesar bagi Cemara Trashion adalah bahan baku yang melimpah dan dapat diperoleh dengan mudah dan gratis. Maria mengumpulkan sampah plastik multilayer dari tetangganya, atau bahkan mencarinya sendiri. “Saya bisa mendapatkannya dari orang sekitar atau saya kumpulkan sendiri,” ujar Maria.
Produk-produk Cemara Trashion pun mendapat apresiasi tinggi, terutama dari aktivis lingkungan dan komunitas Gereja Katolik. Maria, yang juga seorang penjahit profesional, tidak hanya memproduksi barang tetapi juga membuka pelatihan bagi mereka yang peduli dengan masalah sampah plastik. Ia ingin agar semakin banyak UMKM yang bergerak di bidang daur ulang. "Saya harap dengan pelatihan ini, semakin banyak orang yang terinspirasi untuk membuka usaha serupa dan bersama-sama mengurangi sampah plastik," ujar Maria penuh harapan.
Namun, perjalanan Maria tidak selalu mulus. Salah satu tantangan utama adalah rendahnya kesadaran masyarakat untuk memilah sampah plastik. Dulu, Maria bahkan harus mengumpulkan bahan baku dari pemulung, tetapi seiring waktu, ia mulai mendapatkan bahan baku dari tetangganya yang kini lebih sadar akan pentingnya memilah sampah.
Sayangnya, produk fesyen daur ulang seperti milik Cemara Trashion masih belum banyak digemari oleh anak muda dan remaja. "Anak muda jarang yang tertarik, mereka lebih suka barang bermerek, bahkan KW (palsu) di pasaran," kata Maria sambil tertawa ringan. Menurutnya, produk fesyen daur ulang lebih laris di kalangan ibu-ibu seusianya.
Kendala lain datang dari preferensi anak muda yang lebih memilih barang dengan desain polos dan trendi. Seperti yang diungkapkan Carl (20), seorang mahasiswa di Yogyakarta, “Saya lebih suka tas dan dompet yang simpel dan polos aja, bukan yang warna warni." Ujar Carl
Meski begitu, semangat Maria tak pernah surut. Ia tetap bertekad untuk terus memproduksi barang-barang fesyen ramah lingkungan. “Meskipun banyak tantangan, saya tetap percaya usaha ini penting. UMKM seperti ini harus terus berkembang, agar kita bisa mengurangi sampah plastik yang semakin menumpuk,” ungkap Maria dengan keyakinan.
Di tengah tantangan yang ada, Cemara Trashion menjadi bukti bahwa usaha kecil dapat membawa perubahan besar. Semoga semakin banyak yang terinspirasi untuk ikut serta dalam perjuangan ini, demi lingkungan yang lebih bersih dan masa depan yang lebih hijau.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.