Setelah mengalami kekalahan dari Filipina di laga terakhir fase penyisihan grup B (21/12/2024), Timnas Indonesia pada akhirnya gagal melaju ke babak empat besar gelaran ASEAN Mitsubishi Electric Cup 2024. Imbas dari kekalahan tersebut, pihak-pihak yang tak puas pada akhirnya kembali menggemakan Shin Tae-yong untuk melepaskan jabatannya sebagai pelatih skuat Garuda.
Tak hanya menyasar coach Shin, para penggemar abal-abal yang muncul musiman saat Timnas Indonesia gagal ini juga menyenggol keberadaan Erick Thohir selaku ketua umum PSSI. Sepertimana menyadur laman Suara.com (24/12/2024), dua nama yang sukses membawa persepakbolaan Indonesia melambung tinggi di pentas internasional tersebut didesak oleh mereka yang mengaku-aku sebagai pendukung Timnas Indonesia untuk bertanggung jawab dan mundur dari jabatannya saat ini.
Namun, jika dilihat-lihat, apa yang dituntut oleh mereka yang mengaku pendukung Timnas Indonesia ini seperti salah sasaran. Pasalnya, jika kita jeli dan mengikuti perjalanan Timnas Indonesia di ajang AMEC 2024 ini, kita akan paham bahwa kegagalan ini bukanlah mutlak menjadi tanggung jawab STY, terlebih Erick Thohir.
Memang, dalam hal ini, coach Shin adalah sosok yang paling bertanggung jawab dalam menentukan pemain dan skuat. Namun, jika kita memperhatikan permainan yang dijalankan oleh Pasukan Garuda di lapangan, tentu kita akan berfokus pada tuntutan untuk menaikkan kualitas pembibitan pemain muda, atau bahkan kualitas liga yang berjalan di negeri ini.
Bagaimana tidak, skema permainan yang dijalankan oleh coach Shin di AMEC 2024 ini sejatinya relatif sama dengan saat dirinya menukangi timnas senior. Menghadapi tim lawan yang secara kualitas dihuni oleh para pemain yang lebih berpengalaman, coach Shin memainkan pola defensif, build up serangan dari kaki ke kaki, dan mengandalkan serangan balik cepat.
Skema tersebut terbukti sangat manjur saat diterapkan di Timnas Indonesia senior. Namun, dalam empat laga yang dijalani oleh Pasukan Merah Putih, pola permainan itu sama sekali tak berjalan. Para pemain yang diturunkan oleh coach Shin di AMEC 2024, masih sering bingung dalam melakukan build up serangan.
Instruksi bola-bola pendek variasi satu-dua juga jarang terlihat dan bahkan kita lebih sering disuguhi dengan umpan-umpan panjang yang sama sekali tak efektif dalam membangun serangan. Hal ini juga diperparah dengan mentalitas pemain yang masih kurang stabil, di mana dari empat laga yang dijalani, dua kartu merah melayang ke pemain Garuda atas nama Marselino Ferdinan dan Muhammad Ferrari.
Bukan melulu soal kesalahan STY. Namun, kocar-kacirnya skema permainan anak-anak Garuda di lapangan lah yang harusnya dituntut untuk dibenahi. Hal tersebut tentunya memiliki akar yang tak bisa dipisahkan dari sistem pembinaan usia dini di Indonesia, serta kualitas liga yang dijalankan di mana hal tersebut selain berperan penting terhadap skill bermain para pemain, juga memiliki peranan penting pula dalam mental bertanding anak-anak muda ini.
Tentunya ini bukan sebuah omon-omon yang tak berdasar. Pasalnya, berdasarkan data dari laman transfermarkt.com, 20 dari 24 pemain yang dibawa oleh coach Shin untuk ajang ini merupakan pemain didikan dalam negeri, dan berkarir di kompetisi domestik.
Jadi, sekali lagi, sangat salah jika para pendukung "abal-abal" tersebut meminta coach Shin untuk out dari kursi kepelatihannya. Karena jika kita lihat, yang harusnya dituntut oleh barisan mereka adalah pembenahan kualitas kompetisi, serta pembinaan usia dini yang menitikberatkan pada skill dan mental bertanding anak-anak ini.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS