Apa Disertasi Doktor Ahmad Sahroni? Disebut Cocok Jadi Acuan Gagasan "Taubat" Koruptor Ala Presiden Prabowo!

Riki Chandra Suara.Com
Senin, 23 Desember 2024 | 17:50 WIB
Apa Disertasi Doktor Ahmad Sahroni? Disebut Cocok Jadi Acuan Gagasan "Taubat" Koruptor Ala Presiden Prabowo!
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. (Suara.com/Bagaskara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni menegaskan bahwa disertasi doktornya tentang pengembalian kerugian negara dari kasus korupsi dapat menjadi referensi untuk mendukung gagasan Presiden Prabowo Subianto. Dalam disertasinya, Sahroni menerapkan prinsip ultimum remedium sebagai pendekatan utama.

Disertasi tersebut, yang diselesaikan pada tahun 2024, menyoroti pentingnya langkah pengembalian kerugian negara sebagai prioritas sebelum penindakan pidana.

“Saya mengemukakan prinsip ultimum remedium, yakni pidana merupakan langkah terakhir dalam penyelesaian kasus korupsi. Yang paling utama ialah upaya pengembalian kerugian negara,” ujar Sahroni dikutip dari Antara, Senin (23/12/2024).

Ahmad Sahroni juga menekankan bahwa koruptor harus dipaksa untuk membayar kerugian berkali-kali lipat agar dampak kerugian negara dapat benar-benar dipulihkan.

Sebaliknya, ia menganggap bahwa hanya menjatuhkan hukuman pidana badan justru tidak efektif karena proses hukum malah membebani negara dengan biaya tambahan.

Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menyampaikan gagasannya dalam pidato di hadapan mahasiswa Indonesia di Kairo, Mesir. Presiden memberikan kesempatan kepada para koruptor untuk bertaubat selama mereka bersedia mengembalikan hasil curian kepada negara.

“Hei para koruptor atau yang pernah merasa mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan. Tetapi, kembalikan dong,” kata Presiden Prabowo di Gedung Al-Azhar Conference Center, Universitas Al-Azhar, Kairo, Rabu (18/12/2024).

Ahmad Sahroni menyatakan, langkah yang diusulkan Presiden Prabowo memerlukan kajian mendalam dari berbagai sudut keilmuan. Menurutnya, disertasi doktornya yang telah diuji oleh para pakar hukum ternama dapat menjadi kerangka acuan yang relevan untuk mendukung implementasi gagasan tersebut.

“Saya paham betul substansi langkah Pak Prabowo. Harapan saya, melalui prinsip ultimum remedium ini, para koruptor akan lebih jera dan negara dapat segera memulihkan kerugian yang telah terjadi,” kata Sahroni.

Pengembalian kerugian negara, lanjutnya, telah menjadi perhatian besar di Komisi III DPR RI. Ia berharap penelitian dan gagasannya dapat berkontribusi nyata dalam membangun kerangka hukum yang lebih efektif dan solutif.

Lantas, apa disertasi Ahmad Sahroni?

Ahmad Sahroni resmi menyandang gelar doktor setelah merampungkan disertasi berjudul "Pemberantasan Korupsi melalui Prinsip Ultimum Remedium: Suatu Strategi Pengembalian Keuangan Negara" pada Minggu (8/9/2024). Sahroni lulus dengan predikat cumlaude, meraih indeks prestasi kumulatif 3,95 dari skala 4,00.

Rektor Universitas Borobudur sekaligus penguji sidang, Prof. Bambang Bernathos, menyampaikan bahwa Ahmad Sahroni berhak menggunakan gelar doktor sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Menganugerahkan gelar doktor, dan yang bersangkutan berhak menggunakan gelar doktor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Prof. Bambang.

Dalam disertasinya, Sahroni mengkritik pendekatan hukum penjara yang diterapkan kepada terpidana korupsi. Ia menekankan pentingnya penerapan prinsip ultimum remedium sebagai strategi untuk memprioritaskan pengembalian kerugian negara dibandingkan hukuman badan.

“Kalau ultimum remedium kan berpatokan bagaimana pengembalian kerugian negara diutamakan daripada untuk hukum pidana penjara. Kenapa? Karena kalau selalu hukum badan penjara itu tidak efektif,” jelas Sahroni usai sidang terbuka kepada wartawan.

Ketika ditanya apakah prinsip ultimum remedium akan diusulkan dalam revisi UU KPK atau penyusunan RUU lainnya, Sahroni mengakui bahwa penerapan tersebut tidak mudah dilakukan dalam waktu dekat.

“Di republik kita tidaklah mudah untuk melakukan itu. Minimal strategi untuk melakukan itu mungkin 5-10 tahun mendatang, teman-teman mau berupaya agar UU itu lebih ditegaskan kepada proses ultimum remedium,” tuturnya.

Disertasi ini dianggap sebagai langkah penting dalam mendorong kebijakan hukum yang lebih efektif dalam pemberantasan korupsi. Ahmad Sahroni berharap prinsip yang diusung dalam penelitian ini dapat memberikan dampak nyata dalam pemulihan kerugian negara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI