Suara.com - Warga RT 02/02, Kelurahan Kuningan Timur, Setiabudi, Jakarta Selatan menolak pembangunan gedung Kedutaan Besar India lantaran dianggap cacat prosedur.
Kuasa hukum warga, David Tobing menuturkan, perkara ini bermula pada tahun 2021. Sejumlah orang mengklaim sebagai konsultan dari Kedubes India.
Mereka menyatakan bahwa akan dibangun gedung Kedutaan Besar India beserta aparteman setinggi 18 lantai. Warga setempat merasa keberatan dan mengirimkan surat terkait dengan analisa dampak lingkungan (Amdal).
"Jadi ketika diadakan pertemuan pada tahun 2022 terungkap bahwa proses rencana pembangunan gedung ini dimulai pada tahun 2017,” kata David di Jakarta Selatan, Minggu (8/12/2024).
Baca Juga: Potret Proyek Pembangunan Kedubes India Baru yang Menimbulkan Polemik
“Di mana pihak Pemprov DKI itu melibatkan tiga orang yang dianggap sebagai warga sekitar. Padahal warga ini tidak tinggal di sekitar pembangunan Kedubes India," imbuhnya.
Menurut David, tiga orang ini disebut sebagai pihak keamanan atau lembaga musyawarah kelurahan (LMK). David saat itu terjadi manipulasi prosedur pembangunan gedung Dubes India.
Pihak Pemprov, dalam hal ini Kelurahan Kuningan Timur dan Kecamatan Setiabudi sempat melakukan mediasi terhadap warga pada Mei 2022, hasilnya pun warga tetap melakukan penolakan.
"Pihak konsultan pun tidak pernah menemui warga, tahun 2023 warga diundang Dinas Lingkungan Hidup DKI, di sana warga juga masih menolak karena selama satu tahun tidak ada komunikasi dengan warga, sehingga Amdal itu tidak bisa diproses Dinas LH," jelasnya.
David menuturkan, pihak Kedubes India sempat diminta untuk melakukan sosialisasi pembangunan langsung kepada warga. Sebab, sebelum diterbitkan persetujuan bangun gedung (PBG) harus ada penerbitan Amdal dari Dinas LH DKI.
Baca Juga: Kronologi Warga Tolak Proyek Gedung Kedubes India dan Dugaan Pelangaran Hukum
Setelahnya, pada Desember 2023, kata David, pihak Kedubes sudah memiliki pemberitahuan diterbitkannya PBG di depan Kedubes India meski belum melakukan sosialiasi terhadap warga.
"Ternyata itu sudah terbit sejak 1 September 2023, ini aneh karena Juli 2023 warga minta agar pihak Dubes India door to door tidak dilakukan justru terbit PBG. Kami lakukan surat keberatan dengan melakukan penggugatan didasari dengan barcode (PBG) tercantum pejabatnya Sudin Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Jakarta Selatan," terangnya.
David kemudian melalukan gugatan PTUN. Dalam sidang, Sudin PTSP Jakarta Selatan mengakui ada kesalahan dalam penncantuman barkode.
Bahkan, lanjut David, barcode itu berubah dari Sudin PTSP Jaksel ke Dinas PTSP DKI Jakarta.
"Jadi pejabatnya berbeda, ini suatu pelanggaran, bukan lagi maladministrasi, tapi kalau dari sisi ITE juga pidana karena barcode itu lambang dalam UU ITE dan sudah dimanipulasi," katanya.
Sehingga saat itu, kata David, PTUN memutuskan bahwa PBG tersebut dinyataka tidak berlaku dan dibatalkan. Sejak putusan itu, proses pembangunan gedung Kedutaan Besar India dihentikan dan tidak boleh dijalankan.
"Kami berharap ada transparansi pelaksaan aturan karena kami menganggap sejak 2017 terjadi manipulasi, RT yang tahun 2017 juga ikut menggugat PBG dan RT yang sekarang juga menggugat," tandasnya.