Scroll untuk membaca artikel
News / Nasional
Kamis, 26 Desember 2024 | 20:31 WIB
Anggota Komisi III DPR RI fraksi Partai NasDem, Rudianto Lallo dalam Podcast DeepTalk Suara.com. (Suara.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kinerja Kepolisian Republik Indonesia atau Polri kian hari makin menjadi sorotan publik. Terlebih dengan adanya rentetan kasus penyalahgunaan senjata api (senpi) hingga membuat nyawa seseorang melayang.

Setidaknya ada dua kasus yang belakangan menjadi sorotan yakni aksi polisi tembak polisi di Solok, Sumatera Barat dan kasus polisi menembak pelajar di Semarang. Lantas apa yang sebenarnya yang salah dalam fenomena belangan ini di tubuh institusi Polri?

Suara.com mewawancarai Anggota Komisi III DPR RI fraksi Partai NasDem, Rudianto Lallo perihal masalah arogansi anggota Polri dalam penggunaan senpi. 

Rudianto menyampaikan, jika kasus anggota Polri menyalahgunakan senjata api menjadi atensi Komisi III DPR RI sebagai mitra dari kepolisian,. Mulai dari kasus polisi tembak polisi hingga kasus polisi tembak warga sipil tak luput jadi sorotan.

"Bagi kita di Komisi III, dengan terkait kasus ini Komisi I sangat atensi sekali dan perhatikan sekali terbukti dengan kejadian di Solok misalkan Komisi III langsung sejak kejadian hari itu, hari kalau tidak salah hari Jumat, Kamis Jumat, kita Senin langsung mendatangi Polda Sumatera Barat dan di sana kita banyak berdiskusi menanyakan pertanyaan-pertanyaan tajam apa yang menyebabkan sehingga terjadi peristiwa polisi, tembak polisi yang itu di luar nalar kita. Tidak masuk akaI," kata Rudianto saat berkunjung di Kantor Suara.com, Jakarta, Selasa (10/12/2024).

Menurutnya, Komisi III DPR sebenarnya sudah sering mewanti-wanti Polri terkait penggunaan senpi. Pihaknya tak mau ada nyawa melayang apalagi korbannya adalah pelajar. 

"Rakyat kita ditembak dengan uang, ini kan pistol menurun dari mana Pak? Dari rakyat juga itu yang kami sampaikan, kami berharap ada koreksi betul-betul dari jajaran petinggi Polri bahwa ini masalah serius," katanya.

Ia mengatakan, sangat wajar jika masyarakat memberikan perhatiannya kepada Polri usai adanya kasus penyalahgunaan senpi tersebut. Sebab, Polri merupakan milik rakyat.

"Apalagi konstitusi kita sudah mendudukkan Polri sebagai alat negara yang tugasnya melayani, mengayomi, melindungi serta peningkatan hukum idealnya seperti itu jadi ketika ada misalkan peristiwa ini kan pistol senjata jangan dibuat gagah-gagahan," ujarnya.

Baca Juga: Klaim Serap Aspirasi Warga, Program Polisi 'Warbin Keliling' Banjir Kritikan: Saingan Starling?

Untuk itu Kapoksi Fraksi Partai NasDem Komisi III DPR ini meminta agar ke depan Polri bisa melakukan evaluasi. Misalnya dengan melakukan tes sebelum polisi diberikan senjata.

"Ya makanya senjata misalkan di wilayah Polsek A harusnya ketahui berapa anggota polisi yang punya senjata kemudian tes fisiknya, bagaimana piikotesnya, tes kejiwaannya bagaimana kemudian yang ketiga adalah praktek menebaknya saya dapat informasi ternyata tidak mudah mendapatkan senjata dia harus melewati tes-tes termasuk praktik menembak dan praktik menembak itu susah harus dilatih oleh yang bersertifikat nasional internasional," katanya.

"Menurut saya yang harus diaktifkan kembali supaya yang memegang senjata betulbetul sudah melewati tahapan-tahapan tes yang dipersyaratkan oleh Polri," sambungnya.

Anggota Komisi III DPR RI fraksi Partai NasDem, Rudianto Lallo dalam Podcast DeepTalk Suara.com. (Suara.com)

Berikut beberapa highlight hasil wawancara eksklusif Suara.com dengan Rudianto Lallo: 

Banyak Kasus penyalahgunaan senpi oleh dari kasus di Solok kemudian kasus di Semarang, sebenarnya ada fenomena apa ini?

Ya. Ini lagi trending sekarang Semua mata publik diskusikan, melihat dan mendiskusikan apa namanya fenomena Penembakan penggunaan senjata api yang dilakukan oleh aparat kita. Polisi tembak polisi, di kantor polisi, polisi tembak pelajar yang katanya tawuran. Tapi masih memunculkan debat pro-kontra.

Bagi kita di Komisi III, dengan terkait kasus ini Komisi III sangat atensi sekali dan perhatikan sekali terbukti dengan kejadian di Solok misalkan Komisi III langsung sejak kejadian hari itu, hari kalau tidak salah hari Jumat, Kamis Jumat, kami Senin langsung mendatangi Polda Sumatera Barat dan di sana, kami banyak berdiskusi menanyakan pertanyaan-pertanyaan tajam apa yang menyebabkan sehingga terjadi peristiwa polisi tembak polisi yang itu di luar nalar kita. Tidak masuk akal. ya kan? Ya, dengan  memberantas tambang ilegal. Lalu kemudian polisi lainnya rupanya membekingi kejahatan ini. Ini kan fenomena langka ini yang terjadi. Dan saya katakan waktu itu ini sama dengan yang membuka kotak pandora yang sudah menjadi perbincangan, diskusi masyarakat. Bahwa, saya katakan tambang galian itu dalam dunia tambang, itu kasta terendah pak.' itu melibatkan juga kabag ops. Kita katakan ini membuka kotak pandora karena bisa saja kejahatan lebih tinggi terjadi.

Ilustrasi penembakan Gamma siswa SMK oleh polisi di Semarang [Suara.com/Ema]

Ya, negeri ini negeri luar biasa, sumber daya alamnya. Dan Alhamdulillah Pak Prabowo dalam Astacitanya  jelas sekali soal konsen beliau tentang bagaimana penyelamatan sumber daya alam. Sehingga polisi harus menerjemahkan itu dengan peningkatan hukum di bidang sumber daya alam. Kami punya komisi konsen di situ. Karena kami lewat ketua komisi kami Bang Habib (Habiburokhman) sudah membentuk panja-panja sekaitan dengan kejahatan-kejahatan yang lagi banyak didiskusikan. Kejahatan cyber, kejahatan narkoba, kemudian mafia tanah, kemudian sumber daya alam itu dibuatkan panja. Kemudian DPR fokus pada pengaawasan terhadap kejahatan-kejahatan itu.

Balik lagi kepada fenomena penembakan ini, saya katakan dalam rapat dengar pendapat yang menghadirkan Kapolrestabes Semarang, ini seyogyanya kejadian ini menjadi koreksi bersama kita. Ini juga saya sampaikan dengan seluruh media yang menghubungi saya, bahwa kalau ini tidak ada evaluasi menyeluruh dari petinggi porli, evaluasi komperhensif, maka dua, tiga bulan, enam bulan, setahun pasti akan ada kejadian seperti ini. Sehingga betul-betul harus diseriusi.

Bagaimana menyeriusinya? Ya kembali kepada jajaran petingi-petinggi Mabes Polri ini, bagaimana evaluasi senjata misalkan. Tidak mudah mendapatkan senjata, ya kan? Harus ada tes fisiknya, tes psikotes kejiwaannya, praktek menembaknya. Ini yang harus betul-betul konsern. Yaitu dua, satuan mana yang berhak memperoleh senjata. Kalau ada satuan-satuannya yang sebenarnya polisi-polisi yang tidak mengancam jiwa keamanan aparat, saya kira tidak perlu diberikan senjata. Polisi lalu lintas misalkan, ya kan? Kecuali polisi yang menangani misalkan teroris, atau kejahatan-kejahatan yang mengancam jiwa aparat, boleh. Tapi kalau tidak, untuk apa kita kasih senjata misalkan? Itu satu hal.

Yang kedua, harus ada tanggung jawab institusi. Makna dari tanggung jawab institusi itu ketika anggota yang melakukan kejahatan atau praktik menyimpang, maka pimpinan dua tingkat di atasnya harus diberi sanksi juga. Supaya betul-betul pimpinannya bisa mengontrol, mengawasi anggotanya di lapangan. Kalau ini evaluasi dibuat, termasuk mengatur tentang tanggung jawab, pentingnya tanggung jawab institusi, pimpinan di atasnya, maka saya yakin dan percaya praktik-praktik menembak itu minimal, bisa diminimalisir. Sebaliknya, kalau dianggap ini biasa, lalu kemudian petinggi Polri membiarkan terkesan hanya, apa namanya, menutupi sesaat, tanpa harus menyelesaikan secara komprehensif apa solusi terbaiknya. Saya kira itu bom waktu akan terjadi lagi.

Ini kan ada juga soal beking-membekingi, udah gak asing di masyarakat, Komisi III ada upaya membongkar?

DPR ini Komisi III ini adalah komisi penegakan hukum. Tugas DPR, DPR ada itu untuk mengawasi. Siapa yang kami awasi? Dan itu mitra kami. Ya kebetulan kami mitranya polisi. Saya mau mengatakan bahwa Pak Presiden dalam pidato di mana-mana pidato, musuh negara, bayangkan kejahatan judil online, sumber daya alam maupun kejahatan narkoba. Pak Presiden mengatakan itu adalah musuh negara.

Pemilihan diksi musuh negara ini harusnya diterjemahkan oleh organ pembantunya. Polri, ya kan. Diterjemahkan untuk betul-betul, sungguh-sungguh meningkatkan hukum. Kan ada teori mengatakan jika kejahatan marak ada, biasanya ada oknum yang terlibat. Kita gak mau seperti itu. Maka saya katakan, kejahatan narkoba, kejahatan judi online, kejahatan sumber daya alam yang merugikan ribuan ratusan triliun, sebenarnya mudah. Mudah diatasi kalau yang punya kebenaran, kemampuan, kebijakan, punya political will, sungguh-sungguh mau menindak. Apa sungguh-sungguhnya? Sungguh-sungguh melaksanakan apa namanya, tugas sesuai undang-undang dan tentu saja sumpah jabatan. Kalau penegak hukum penyelenggara negara bekerja berdasarkan sumpah jabatan, maka yakinlah kejahatan-kejahatan itu bisa diminimalisir.

Anggota Komisi III DPR RI fraksi Partai NasDem, Rudianto Lallo dalam Podcast DeepTalk Suara.com. (Suara.com)

Tapi kan kita bisa mencontoh pada kasusnya AKP Dadang, umur 57 tahun, kemudian tidak bisa naik pangkat, kemudian kan pada saat menjelang pensiunnya ada faktor ekonomi di belakangnya. Jadi kan apa artinya sumpah jabatan itu?

Makanya saya katakan, pengisian pos-pos jabatan, ini kan koreksi bersama Polri, terhadap peristiwa yang muncul, kenapa itu muncul, maka penentuan pos-pos jabatan, mulai dari rekrutmen anggota Polri, penentuan pos-pos jabatan harus didasari dengan rekam jejak. Rekam jejak itu berdasarkan kompetensi perwiranya. Bukan karena like or dislike, bukan karena kedekatan-kedekatan tertentu. Tapi betul-betul jabatan ini diisi oleh orang-orang yang sudah betul-betul punya rekam jejak yang baik. Kalau pos-pos jabatan diisi oleh polisi-polisi baik, maka kan kerja-kerjanya juga akan baik. Sebaliknya, kalau pos-pos jabatan diisi oleh polisi-polisi yang punya rekam jejak negatif, rekam jejak yang kurang baik, tentu kerjaannya pasti akan kurang baik juga.

Nah itu kenapa sih? Budaya-budayanya kayak gitu terus loh. Kalau misalkan ada yang melibatkan pelakunya itu, bagian dari mereka itu pasti ada saja rekayasanya?

Makanya itu yang kita harapkan. Penanganan hukum itu harus berkeadilan. Transparan. Terbuka. Sesuai jargon polisi. Presisi. 'Jadi transparan pak, supaya berkeadilan, kalau itu dilakukan saya yakin.' Saya katakan. Tidak ada yang sempurna. Pasti ada. Tidak semua polisi baik. Tidak semua polisi tidak baik. Pasti banyak polisi. Pasti ada saja hukum-hukum yang menyalahgunakan kewenangan diberikan. Tapi bukan berarti kita menggeneralisir atau menghukum dan sebagainya. Kan tidak seperti itu.

Nah makanya, itu koreksi kita bersama, semua kita sampaikan begitu. Bahwa sebelum bikin draf perkara dan sebagainya, tampil di publik, menjelaskan satu peristiwa. Betul-betul peristiwa itu komprehensif. Sudah jelas kronologisnya seperti apa dan jangan ada yang ditutup-tutupi. Kalau ada yang ditutup-tutupi, itu yang saya katakan tadi. Kebohongan akan balik lagi kebohongan berikutnya. Ya, ini yang saya katakan tadi citra poli yang rusak. Kan kita tidak mau citra Polri tercoreng. Hanya karena keterangan-keterangan yang berubah-ubah seperti itu tadi. Nah makanya saya katakan, ini yang harus dijelaskan ke publik. Jelaskan baik-baik ke masyarakat. Kalau ada yang keliru sebelumnya, koreksi, luruskan. Murnikan. Murnikan penegakan hukum itu. Luruskan ke publik. Jangan kemudian menutup-nutupi. Kalau ditutupi-tutupi ada rasa kegelisahan masyarakat, pasti ada reaksi publik.

Kenapa polisi ringan tangan gunakan senpi?

Ya makanya senjata di misalkan di wilayah polsek A harusnya ketahuan berapa orang polisi yang punya senjata api. Kemudian tes fisiknya bagaimana? psikotesnya, tes kejiwaannya bagaimana? Kemudian yang ketiga adalah praktik menembaknya. Saya dapat informasi ternyata tidak mudah mendapatkan senjata. Dia harus melewati tes-tes dan langsung praktik menembak. Dan praktik menembak itu susah Pak. Harus dilatih oleh yang bersertifikat internasional. Sehingga kita membayangkan ketika menjadi polisi dapat senjata itu tidak seperti itu. Dia harus melewati tes-tes untuk memperoleh senjata. Nah ini menurut saya yang harus diaktifkan kembali, supaya dia memegang senjata betul-betul sudah melewati tahapan-tahapan tes yang dipersyaratkan oleh Polri.

Berarti tahapan-tahapan itu untuk saat ini?

Salah satunya praktik menembak. Ini praktik menembak ini susah katanya. Menurut guru-guru tembak. Ini mungkin yang perlu diawasi betul bahwa betul-betul yang mendapatkan polisi sudah melewati tahap praktik menembak itu. Mungkin sama lah, praktik mengemudi dan sebagainya harus di test. Tidak langsung dapat SIM kan begitu, harus melalui praktik. Sekarang kan mudah dapat SIM tanpa praktik kan begitu lah, itu yang harus diperbaiki kembali.

Load More